Drama Populer: Aku Memelukmu Di Akhir Dunia, Tapi Kau Bangkit Di Dunia Lain



Retakan pertama muncul di langit Jakarta, persis di atas Bundaran HI. Bukan retakan biasa, melainkan portal ke dimensi yang entah. Sinyal internet mendadak hilang timbul, seperti denyut jantung yang sekarat. Di tengah kekacauan itu, aku menemukanmu, Lin.

Kau, dengan rambut sehitam malam dan mata seteduh sungai yang terlupakan. Kita bertemu di reruntuhan sebuah kafe, di mana sisa-sisa cappuccino dan kenangan manis berserakan. Chat terakhirmu padaku masih menggantung, "Sedang mengetik..." Sebuah pengingat pahit bahwa waktu tak lagi linear.

"Dunia ini akan berakhir," kataku, suara serak menelan debu.

"Aku tahu," jawabmu, tatapanmu kosong namun penuh kepedihan. "Aku melihatnya dari masa lalu."

Masa lalu? Ternyata, Lin hidup di tahun 2042, tepat sebelum Kiamat Digital. Aku, sebaliknya, terjebak di tahun 2077, dunia pasca-apokaliptik yang berusaha merekonstruksi dirinya dari serpihan-serpihan kenangan. Kita terhubung, paradoks aneh yang diciptakan oleh gelombang energi dari retakan langit itu.

Cinta kita tumbuh di tengah kekacauan. Saling berbagi cerita tentang dunia yang hilang, saling menyeka air mata yang terasa asin seperti laut yang tercemar. Aku menceritakan tentang macetnya Jakarta, tentang kopi susu kekinian, tentang drama Korea yang membuat kita tertawa. Kau menceritakan tentang mobil terbang, tentang metaverse yang menggantikan realita, tentang kesepian di tengah keramaian digital.

Di satu malam, langit benar-benar runtuh. Bintang-bintang berjatuhan seperti air mata dewa. Aku memelukmu erat, berharap bisa menghentikan waktu, berharap bisa menyelamatkanmu dari takdir yang mengerikan.

"Lin, aku mencintaimu!" teriakku di tengah gemuruh kiamat.

Kau tersenyum, senyum yang tak pernah kulupakan. "Aku juga, Akihiko..."

Saat dunia bergejolak, aku merasa kau menghilang. Bukan menghilang secara fisik, melainkan terlepas dari jangkauanku. Aku terbangun di dunia yang berbeda, sebuah dunia yang asing dan menakutkan. Bangunan-bangunan menjulang tinggi, terbuat dari kristal dan cahaya. Manusia berkeliaran dengan wajah tanpa ekspresi, terhubung ke jaringan virtual yang tak terputus.

Ini bukan masa depan yang kubayangkan. Ini adalah... dunia lain.

Di tengah kebingungan, aku melihatmu. Kau berdiri di kejauhan, mengenakan pakaian futuristik, rambutmu tergerai panjang. Kau menatapku, namun tatapanmu kosong. Kau tak mengenaliku.

Seorang wanita mendekatiku, dengan senyum dingin yang menusuk. "Selamat datang, Akihiko. Anda adalah bagian dari Proyek Reinkarnasi Digital. Anda telah dibangkitkan di Dunia Baru."

Aku menatapnya, tak mengerti.

"Anda dan Lin adalah subjek percobaan. Cinta kalian... hanyalah gema dari kehidupan yang tak pernah selesai. Kalian berdua ditakdirkan untuk bertemu, mencintai, dan kehilangan... berulang kali, di dimensi yang berbeda."

Kemudian, dia melanjutkan dengan senyum sinis, "Kalian berdua adalah... bug dalam sistem."

Aku menoleh ke arah Lin. Dia masih menatapku, tatapan kosong. Apakah semua ini hanya permainan? Apakah cinta kita hanyalah simulasi?

Aku mendekatinya, berharap ada setitik kenangan yang tersisa di matanya.

"Lin?" bisikku.

Dia berkedip, lalu menjawab dengan suara yang datar, "Maaf, aku tidak mengenalmu... tapi rasanya... kita pernah bersama di suatu tempat, di suatu waktu... yang sangat, sangat lama dulu?"

You Might Also Like: Unveiling Shadows Of Past Death In

Post a Comment

Previous Post Next Post